Minggu, 30 Desember 2012

Seperti Apapun Kita, Ibu Selalu Berterima Kasih dalam Doanya


Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. Al-Ahqaf :15)


Terima kasih ibu pada kita, mungkin sudah cukup membuat kita tertegun, haru, atau mungkin malu. Ibu yang jasa dan kebaikannya tak terbalas, dengan lautan pengabdian sekalipun, selalu saja tak lupa mengucap terima kasih pada kita.

Hadiah kerudung , atau mukena, atau gamis yang harganya tak seberapa, bisa diciuminya, diiringi ucapan terima kasihnya yang berulang-ulang. Tidak cukup dengan itu, kadang saat memakainya tidak lupa ia menceritakan kepada orang-orang di sekitarnya, kalau barang itu hadiah dari kita, anaknya. Sepasang sandal yang kita belikan untuknya, mungkin tak setiap tahun kita lakukan. Tapi kemana-mana, ibu selalu memakainya untuk menunjukkan terima kasihnya pada kita.

Ketika mengucapkan terima kasihnya, ibu tidak berhenti di situ. Terima kasihnya berlanjut dengan doa, bertaut dengan pengharapan, menyatu dengan permintaan, agar senantiasa kita tumbuh dalam lindungan-Nya, dimudahkan segala urusan, sukses dalam kehidupan. Dunia dan akhirat. Terima kasihnya yang beriring doa menjangkau semua sisi itu, mengalir setiap waktu; dalam sholat, dalam munajat, dan momen-momen penting yang kita hadapi, atau usaha dan kerja yang kita lakukan.

Rukayah (57), ibu dua anak itu, tak pernah lupa mendoakan anaknya. Untuk kesuksesan mereka, untuk keselamatan mereka. Anaknya yang pertama, Riyani, bekerya sambil kuliah. Dari sedikit penghasilannya, selalu ia sisihkan untuk membantu ibunya. Tapi Rukayah tak sekali pun hendak menerima kebaikan dan niat tulus anaknya. “Gunakanlah untuk kebutuhanmu sendiri. ibu akan lebih bahagia jika kamu bisa lebih sukses,” ujar Rukayah kepada anaknya, sembari tak lupa mengucap terima kasih.

Namun meskin tak pernah berkenan menerima pemberian anaknya, doa Rukayah kepada anaknya selalu mengalir. Dalam pengajian ibu-ibu yang diikutinya setiap pecan, Rukayah selalu meminta tolong kepada sahabat-sahabatnya untuk mendoakan Riyani yang ada di rantau, agar ia sukses, selamat, menjadi anak yang membanggakan, dan mendapatkan yang terbaik dari Alloh Swt.

Terima kasih ibu dalam doanya, membuatnya semakin sempurna dan indah. Itulah kunci utama kesuksesan kita. Itulah yang paling kita butuhkan. Sebab doanya menghentak langit, ridhanya mengucurkan berkah. Itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Dia membukakan kita karunia yang tak pernah terbayangkan.

Sebuah riwayat menyebutkan, bahwa suatu hari, saat sedang munajat kepada Alloh, Nabi Muasa as memohon kepada-Nya untuk diperlihatkan temannya di surga kelak, sejak di dunia ini. Maka Jibril pun mendatanginya seraya berkata, “Hai Musa, temanmu (di surga) adalah si fulan, seorang tukang jagal. Dia tinggal di tempat anu.”

Musa pun lalu beranjak ke sana, mendatangi warung si tukang jagal itu. Di situ ia melihat seorang pemuda yang mirip penjaga malam, yang sedang sibuk menjual daging. Musa mengawasi orang itu dari dekat untuk melihat pekerjaannya agar dia bisa mengungkap amal istimewa yang dilakukan pemuda tersebut.

Namun telah beberapa lama mengamati, Musa tidak menyaksiakan sesuatu yang mengagumkan. Ketika malam menjelang, si pemuda beranjak pulang ke rumahnya sambil membawa sepotong daging. Musa membuntuti, dan tatkala tiba di rumah ia meminta izin bermalam di rumah si pemuda tanpa menjelaskan siapa dirinya.

Si pemuda menerimanya dengan senang hati dan membawa Musa masuk ke rumahnya. Di dalam rumah itu Musa menyaksiakan pemuda tersebut menurunkan sebuah keranjang besar berbentuk ayunan, yang tergantung di atap rumah. Dari keranjang itu, si pemuda mengeluarkan seorang perempuan lemah dan tua, lalu memandikannya dan menyalin pakaiannya. Setelah itu ia menyuapinya dengan tangannya sendiri hingga terlihat puas, lalu kemudian menaruh ibunya lagi dalam keranjang itu, dan menggantunya kembali di tempat semula.

Musa tertegun menyaksiakan hal itu. Lamat-lamat ia mendengar ibu tua itu mengucap sesuatu, namun tak sepotong kata pun yang dapat dipahaminya.

Setelah semua selesai, si pemuda kembali menghampiri tamunya, Musa as, dan menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Saat sedang makan bersama, Musa bertanya, “Siapa perempuan tua itu?” Si pemuda menjawab, “Dia ibuku. Aku selalu melayaninya seperti itu.”

“Lalu, apa yang diucapkan ibumu setelah itu?” Tanya Musa penasaran. Jawab lelaki itu, “Setiap kali aku melayaninya, ia berkata, “Semoga Alloh mengampunimu dan menjadikanmu teman Musa pada kiamat nanti, menempatkanmu dalam menaranya dan derajatnya.”

Mendengar ceritanya, Musa berkata, “Wahai pemuda, aku sampaikan kepadamu berita gembira bahwa Alloh telah menjawab doa ibumu. Aku telah memohon kepada-Nya untuk mempertemuakanku dengan temanku di surga, dan ternyata engkaulah yang dikenalkan kepadaku. Aku telah mengamati amal-amalmu, tapi aku tidak menemukan sesuatu kecuali penghormatan dan pemuliaanmu terhadap ibumu, serta baktimu padanya. Dan inilah balasan perbuatan baik dan pemuliaan kepda orang tua.”

Sungguh luar biasa kekuatan doa ibu. Bersama terima kasihnya, doa ibu membelah langit, membuka harapan yang pasti: keberkahan, keridhaan, kebahagiaan, keselamatan, dan segala hal yang kita butuhkan untuk sukses menjalani hidup. Ketika Imam Ahmad menyatakan tekadnya hendak merantau mencari ilmu, sang ibu lantas mengemas seluruh keperluan sang anak dalam perjalanan, kemudian berkata, “Sesungguhnya Alloh jika dititipi sesuatu, Dia akan selalu menjaga titipan tersebut. Jadi, aku titipkan dirimu kepada Alloh yang tidak akan membiarkan titipannya terlantar begitu saja.”

Sejak itulah, Imam Ahmad pergi dari sisi sang ibu tercinta, menuju kota Madinah, Makkah dan Shan’a. beberapa tahun kemudian, ia kembali dengan menyandang gelar Sang Imam, yang telah siap memberikan berbagai pengetahuan yang diperlukan umat Islam.

Tanpa kita tahu, mungkin Ibu selalu berdoa untuk kita. Tanpa henti. Tapa putus. Di siang hari, terlebih di gelap gulitanya malam. Hanya untuk selalu membuktikan terima kasihnya atas apa yang kita berikan, yang tak seberapa itu.

Tanpa kita sadari, mungkin di antara doa-doa berikut selalu hadir dalam munajatnya kepada Alloh Swt: “Ya Alloh, berkahilah aku pada anak-anakku, satukan hati-hati mereka, bimbinglah mereka untuk selalu taat kepada-Mu, karuniakan kepadaku bakti mereka, dan karuniakan mereka bakti anak-anak mereka.”

“Ya Alloh, ajari mereka apa yang mereka tidak tahu. Ingatkan mereka apa yang mereka lupa. Karuniakan mereka hikmah dan kecerdasan, dan bukakan untuk mereka keberkahan langit dan bumi. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menjawab doa.”

“Tuhanku Yang Mahamulia, Yang Mahahidup dan Berdiri sendiri, karuniakan kepada-Ku bakti mereka dan doa mereka, pada saat hidupku dan setelah kematianku. Tuhanku, kumpulkan kami kelak dengan ampunan dan keutamaan-Mu di surga-Mu yang tinggi, dalam kamar-kamar-Mu yang luas, dan dalam Firdaus-Mu yang tertinggi.”

“Ya Alloh, jadikan mereka hamba-hamba-Mu yang mendapatkan bagian yang melimpah di dunia dan di akhirat. Jadikan dalam hati-hati dan pada wajah-wajah mereka cahaya dari cahaya-Mu, sesungguhnya Engkaulah cahaya matahari dan bumi.”

”Ya Alloh, anugerahi mereka kesehatan dan kekuatan, qanaah dan ridho, teman yang shalih dan baik, dan jadikan mereka orang-orang yang Engkau cintai dan mencintai-Mu.”

“Ya Alloh, bukakan mereka pintu-pintu rezeki-Mu yang halal dari karunia-Mu yang maha luas, dan puaskan mereka dengan karunia-karunia-Mu yang halal atas yang haram.”

“Tuhanku, hiasi anak-anakku yang laki-laki dan sempurnakan mereka dengan keindahan dan kesempurnaan seperti yang telah Kau berikan kepada orang-orang pilihan-Mu; kedewasaan, kewibawaan, keberanian, kepemimpinan, kekuatan, kehormatan, kedermawanan, harga diri, kecerdasan, kearifan, kelembutan, kasih sayang, dan kemuliaan.”

“Tuhanku, kepada anak-anak perempuanku hiasi mereka dengan sesuatu yang telah menghiasi pribadi wanita-wanita pilihan-Mu; rasa malu, harga diri, kesucian, amanah, kesabran, menundukkan pandangan, cinta dan kasih sayang.”

Di antara doa-doa itu, barangkali ada yang selalu diulang-ulang oleh ibu kita, dalam setiap kesempatannya. Atau mungkin ibu punya doa-doanya sendiri, dalam bahasanya sendiri untuk kita. Nama kita selalu terselip dalam permintaannya yang tulus kepada Alloh, untuk melihat kita sebagai manusia-manusia yang membanggakan, yang akan menyejukkan hatinya, yang melipur laranya, yang kelak mendoakannya kala telah tiada.

Kita tak boleh lupa untuk selalu menyadari itu, berapa kita perlu lebih banyak lagi berbuat dan berdoa untuk ibu. Sebab ibu kita, pasti tak pernah lupa berterima kasih kepada kita, melalui doa-doanya yang kadang tak pernah kita tahu.

Sumber Inspirasi, Majalah Tarbawi Edisi Bulan Desember 2012.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar